Lantang suaranya menentang kekerasan saat Aceh membara. Sebelum reformasi berputar dari pesisir Barat-Selatan. Ia menyerukan perdamaian agar tak ada lagi korban jiwa tak berdosa.
Teuku Achmad Fuad Haikal nyaris tinggal nama. Disiksa hanya karena memberi bantuan untuk pengungsi korban perang. Luka dan lembam di badan belum hilang, Ia ke Banda menyebarkan angka para korban ke penjuru dunia agar tiada lagi perang.
“Sehebat apapun kita mendobrak gedung dewan, apabila mereka tidak mau menandatangani aturan, kebijakan atau regulasi. Kita boleh saja bakar ban di jalan, kalau bapak-bapak di dalam gedung dewan tidak mau menggerakkan tangannya untuk menandatangani regulasi, kita diluar tidak bisa berbuat apa-apa,” kata TAF Haikal.
Pria kelahiran Bakongan , Aceh Selatan 21 Maret 1970 tak bisa diam melihat derita warga. Empat tahun lalu warga Buloh Seuma, Kecamatan Trumon, Aceh Selatan terancam kelaparan hanya karena gelombang laut yang tinggi hingga tak bisa dilewati .
TAF Haikal menyatukan sejumlah tokoh-tokoh muda membentuk Kaukus Pantai Barat Selatan, lalu mendesak pemerintah segera menyelesaikan jalan yang telah ditelantarkan. Bukan sekedar pembangunan tapi juga peka terhadap lingkungan agar bencana tak datang. “Dalam kontek Buloh Seuma saya katakan, pilihan sulit tapi mesti kita ambil,” katanya.
Delapan tahun paska bencana tsunami politisi Partai Nasional Demokrat ini menggalang ratusan anggota Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI). Mereka apel siaga di Lambung, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh.
Ia sadar benar bencana tak dapat dihalang. Tapi korban dapat berkurang dengan pengurangan risiko bencana. Ketua RAPI Kota Banda Aceh periode 2012 hingga 2015 ini lantas membentuk posko bantuan komunikasi darurat yang tersebar di 100 titik hingga ke pelosok kota.
Bertahun-tahun Ia menjadi martil di parlemen jalanan. Kini dia bertekat maju menjadi wakil rakyat di Senayan. Jika para calon anggota legislatif banyak menebar janji saat ini, TAF Haikal telah mengumpulkan sejumlah jasa untuk negeri . Tanpa janji ! (ADV)